Kasus Pengeboran Air Ilegal di Gili Trawangan: Investigasi Kerugian Negara dan Keterlibatan BUMD Pemprov NTB
NTB - Kasus pengeboran air tanah tanpa izin di kawasan wisata Gili Trawangan terus menjadi perhatian serius. Bidang Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Reserse Kriminal Khusus (Reskrimsus) Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Barat (NTB) masih mendalami dampak dari kegiatan ilegal ini. Kepala Subdirektorat IV Bidang Tipidter Reskrimsus Polda NTB, Ajun Komisaris Besar Polisi I Gede Harimbawa, menjelaskan bahwa fokus investigasi berada pada dampak lingkungan dan pelanggaran terhadap regulasi sumber daya air, bukan pada kerugian negara secara langsung.
“Jadi, kalau kerugian negara itu yang menangani Subdit Tipikor, kalau di kami tidak ada, yang ada tentang pemanfaatan sumber daya air, tentang dampak lingkungan terhadap adanya aktivitas pengeboran air tanah, itu saja,” ujar Harimbawa pada Kamis, 2 Mei, seperti dikutip oleh Antara.
Latar Belakang Kasus
Kasus ini bermula dari aktivitas pengeboran air tanah yang dilakukan oleh PT Berkat Air Laut (BAL) bekerja sama dengan PT Gerbang NTB Emas (GNE), sebuah badan usaha milik daerah (BUMD) milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB. Kedua perusahaan ini memulai kerja sama pada tahun 2022 untuk menyediakan air bersih di kawasan wisata Gili Trawangan. Namun, penyelidikan yang dilakukan Polda NTB pada tahun 2023 mengungkapkan bahwa aktivitas pengeboran tersebut dilakukan tanpa izin resmi dari pemerintah daerah.
Pada Desember 2022, pemerintah daerah secara resmi menghentikan aktivitas pengeboran air tanah yang dilakukan oleh PT BAL dan PT GNE. Keputusan ini diambil setelah ditemukan bahwa kedua perusahaan tersebut melanggar peraturan dengan tidak mengantongi izin yang diperlukan.
Dampak Lingkungan dan Peraturan yang Dilanggar
Harimbawa menjelaskan bahwa tindakan ilegal ini telah berlangsung selama berbulan-bulan dan menyebabkan dampak lingkungan yang signifikan. Pihaknya juga menegaskan bahwa pelanggaran ini didukung oleh keterangan ahli pidana dan geologi yang menyatakan adanya dampak negatif dari pengeboran air tanah tanpa izin tersebut.
"Jadi, aktivitas pengeboran air tanah tanpa izin ini sudah dilakukan PT BAL berbulan-bulan, itu yang menimbulkan adanya dampak lingkungan," jelas Harimbawa.
Kedua direktur perusahaan tersebut, yakni Direktur PT BAL berinisial WJM asal Swiss dan Direktur PT GNE berinisial SH, telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka didakwa melanggar beberapa pasal dalam Undang-Undang RI, termasuk Pasal 70 huruf D juncto Pasal 49 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 6 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan/atau Pasal 68 huruf A dan B serta Pasal 69 huruf A dan B UU No. 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air jo. Pasal 56 ke-2 KUHP.
Kerugian Negara dan Pengawasan Lebih Lanjut
Meskipun Tipidter Reskrimsus Polda NTB tidak membahas kerugian negara secara langsung, penting untuk dicatat bahwa kerugian ini dapat berwujud dalam bentuk kerusakan lingkungan yang pada akhirnya bisa berdampak pada sektor pariwisata dan ekonomi lokal. Pengawasan lebih lanjut terhadap kegiatan pengeboran air tanah ilegal ini perlu dilakukan oleh pihak berwenang, terutama Subdit Tipikor, untuk memastikan bahwa seluruh aspek hukum, termasuk potensi kerugian negara, dapat diinvestigasi secara menyeluruh.
Tindakan Selanjutnya dan Pencegahan di Masa Depan
Kasus ini menunjukkan pentingnya pengawasan dan penegakan hukum yang lebih ketat terhadap kegiatan pengeboran air tanah, terutama di daerah wisata yang rentan terhadap kerusakan lingkungan. Polda NTB dan instansi terkait diharapkan dapat bekerja sama lebih erat untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan.
Pemerintah daerah juga perlu mengevaluasi kembali kebijakan dan mekanisme pengeluaran izin pengeboran air tanah untuk memastikan bahwa semua kegiatan tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku dan tidak merugikan lingkungan maupun masyarakat setempat. Langkah-langkah edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat dan pelaku usaha tentang pentingnya izin dan dampak dari kegiatan pengeboran air tanah tanpa izin juga menjadi hal yang krusial.
Dalam konteks ini, kerjasama antara pemerintah daerah, penegak hukum, dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan. Kejadian di Gili Trawangan bisa menjadi pelajaran berharga tentang bagaimana penegakan hukum dan kesadaran lingkungan harus berjalan seiring demi keberlanjutan ekosistem dan kesejahteraan masyarakat.
Penutup
Kasus pengeboran air tanah ilegal di Gili Trawangan mengungkapkan kompleksitas dalam pengelolaan sumber daya alam dan pentingnya regulasi yang ketat serta penegakan hukum yang efektif. Dengan menindaklanjuti kasus ini, diharapkan ada upaya serius dari semua pihak untuk menjaga kelestarian lingkungan dan mencegah kerugian lebih lanjut bagi negara dan masyarakat.